Mari memilih…

Saya kurang pintar menulis tentang politik. Tapi sampai kemarin saya membaca tweet salah seorang teman “gak penting bahas debat capres, mending bahas bola aja”.

Bulan ini seharusnya menjadi bulan terbaik bagi kita di Indonesia. Kita menikmati 3 pesta secara bersamaan. Pesta demokrasi, pesta bola dan pesta pahala, ibadah. Untuk pesta sepakbola dan ibadah puasa sudah cukup jelas. Masing – masing kita menjalankan dengan sukacita. Setiap negara kebagian dukungan dari kita. Ambon dan Papua fanatik Belanda, pecinta Maldini atau Juve menjadi pendukung Itali, fans Messi akan memihak Argentina, (dan) bahkan Kosta Rika pun tiba – tiba ada pendukungnya ๐Ÿ™‚

Nah pertanyaan yang muncul di kepala saya, “Kenapa masyarakat bisa lantang mengatakan dukungan kepada tim sepakbolanya, dan tidak kepada calon presidennya?”

Mungkin ini beberapa alasan yang muncul.

“Politik itu busuk…”
Apakah sepakbola tidak busuk? Fair play is my game terdengar ironis kalau melihat bagaimana Robben, Inzaghi, Mourinho melakukan trik – trik hanya untuk menang. Kita hanya menyebut mereka oportunis, pragmatis.
Kadang, sepakbola melakukan politik yang lebih busuk. Pernah mendengar calciopoli? atau coba membaca politik kotor di FIFA selama Sepp Blatter berkuasa? Maaf, tidak perlu jauh – jauh, anda masih ingat Nurdin Halid dan Nugraha Besoes? ๐Ÿ™‚
Dan, meskipun tahu, penikmat sepakbola tetap bisa menerima, apalagi jika cara – cara kotor dilakukan oleh pemain dan atau tim kesayangannya… Termasuk saya hehe..

“Caleg, Capres sering mengecewakan…”
Mari bertanya kepada pendukung setia timnas inggris, kapan mereka gagal mengecewakan pendukungya? Pemain – pemain penuh harapan awalnya, ekspektasi tinggi ketika turnamen dimulai, dan akhir yang berakhir tragis. Selalu berulang, tapi harapan kembali muncul setiap kali turnamen baru dimulai. Hal yang sama yang terjadi di kalangan fans Liverpool, Arsenal (udah ada piala lagi ya musim lalu hehe), Lazio, New Castle, AC Milan (Saya! hehe).
Kalaupun tidak ada harapan lagi, mereka tetap setia menonton sisa pertandingan sampai menumpuk harapan untuk musim selanjutnya. Selalu begitu…

“Calonnya sama aja, gak ada yang oke…”
Masa? Udah coba dicari tau? Konsekuensi demokrasi adalah ‘memaksa’ pemilihnya menjadi cerdas. Jika pemilihnya tidak membekali diri dengan pengetahuan tentang siapa yang akan dipilih, maka si jahat akan melihat ini sebagai kesempatan.

“Saya sendiri, apakah sudah mencari tahu?” “Sudah”
“Jadi, milih siapa?” “Jokowi – JK”

Kenapa Jokowi – JK

Membaca, menonton berita, mendengar, awalnya saya cenderung ragu kepada Jokowi. Kalau Prabowo? Jangan ditanya hehehe…
Di tahun pertama suasana ‘jokowi banget’ nya sangat terasa. Tahun kedua mulai muncul masalah. Banjir datang lagi, trans jakarta, dll. Ditambah Jokowi yang mulai rajin diajak jalan – jalan sama Bu Mega. Di pikiran saya, DKI 1 mulai tidak fokus karena mulai menatap kursi RI 1
Akhirnya Jokowi resmi nyapres, hal sudah diduga semua orang. Jagoan saya waktu itu? Peserta konvensi bernama Anies Baswedan. Kenapa pula Pak Anies? silakan baca disini ya. Tapi sampai batas akhir pendaftaran calon, tidak ada nama Anies disana.

Saya tetap harus menentukan pilihan, dari calon yang ada, Prabowo-Hatta atau Jokowi-JK

Saya tidak mau apatis.. Simpel. Saya bekerja di perusahaan swasta taat pajak. Gaji saya dipotong tiap bulan buat bayar pajak. Jadi apatis? No thanks anda – anda aja saya sih ogah dikorup melulu.. Naif? Tidak juga kalo ngebayangin saya kerja buat dapat gaji yang saya sisihkan (ternyata) untuk biayain mereka hura – hura.

ABW Quotes

Kembali lagi, saya mulai mencari berita baik kedua calon. mencoba mencari yang positif. Disini saya sering menemukan berita baik dari calon no 2, dan saya banyak mencari berita baik dari calon no 1. Ketemu? Jarang ๐Ÿ™‚

Saya juga membaca visi misi dari kedua calon, lewat website resmi mereka. Lagi – lagi, apakah saya naif? Visi misi hanya pemanis kampanye, hanya jualan kata orang – orang. Dan lagi – lagi, saya bekerja di perusahaan dengan target penjualan setiap minggu, dengan berbagai kegiatan yang sangat – sangat terukur untuk mencapai target tersebut. Line manager saya sering nyeletuk “Kalau bikin plan aja sudah salah, gimana targetnya mau capai”.
Meskipun sama – sama membuat visi misi yang baik, tetapi saya merasa ada yang kurang pas dengan misi dari calon no 1.

Untuk calon no 1, sumber daya alam dan mengatasi kebocoran menjadi isu utama. Bahkan dalam acara Aiman dan Prabowo di kompas tv, jelas jelas Prabowo menyebutkan masalah terbesar dengan bangsa ini adalah korupsi. Ada benarnya, tapi kurang tepat

Hampir 4 tahun saya bekerja di wilayah Indonesia Timur, 1,5 tahun saya di Papua, berkeliling hampir di semua daerah di Provinsi Papua. Tidak susah untuk mengatakan tidak ada keadilan disana. Disana, orang yang tidak bersekolah itu masih banyak. Siswa yang tidak naik kelas itu biasa, yang turun kelas juga ada. Ya, turun kelas dari kelas 5 ke kelas 3 misalkan. Alasanya bisa jadi murudnya belum siap naik kelas, atau kelasnya yang belum ada. Miris ya? Lebih miris lagi kalau kita baca semua kekayaan alam ada disana. Tambang emas? Gas Bumi? Nikel? ย Perkebunan kelapa sawit, ikan?

Semua ada, berlebih malah, kecuali kesempatan yang sama seperti kita untuk bisa belajar, menikmati pendidikan.

Kalau mereka terdidik dan cerdas, mereka bisa memanfaatkan kekayaan alam yang mereka punya, ditambah lagi menjadi kreatif dan disiplin. Derajat hidupnya dinaikkan. Untuk urusan cerdas dan mental disiplin ini bukan cuma persoalan orang timur, ini persoalan kita, termasuk saya. Terdidik mungkin iya, cerdas belum tentu.

Calon no 2, berkali – kali mengatakan akan fokus untuk memperbaiki masalah ini. Pendidikan, dan kesehatan.

Karena, siapa yang mengelola sumber daya alam yang katanya bocor, jika orangnya tidak menjadi fokus? Jika orangnya tidak cerdas dan sehat?

Tentang Sumber Daya Alam

Tentang Sumber Daya Alam

Dan mengatasi kebocoran, apapun itu, tidak terjadi begitu saja. Kekayaan alam banyak lari keluar negeri karena suatu alasan. Tidak mungkin ujug – ujug ada perusahaan tambang disana yang menggali seenak hati dan membawa hasil tambangnya keluar dari Indonesia. Calon no 1 bisa beretanya kepada menteri ESDM, yang kebetulan menjadi mitra koalisi terbaru. Impor beras, daging? Tanya menteri pertanian, ada di daftar tim sukses calon no 1. Pembalakan liar? Tanya menteri kehutanan, ada juga di daftar tim suksesnya. Atau kesimpulan dari itu semua bisa ditanya ke Cawapresnya hehe..

Jadi menurut saya, lucu jika setiap kampanye berteriak bocor – bocor, bersama orang – orang yang secara langsung bertanggung jawab dengan itu, yang juga berteriak mendukung dia untuk mengatasi bocor – bocor tersebut. Absurd!

Saya tidak perlu membahas penculikan aktivis disini, rasa – rasanya sudah cukup jelas, setidaknya buat saya, seperti apa dia saat punya kuasa ditangannya.

Juga mengenai kampanye hitam. Ini juga dilakukan di kampanye pemilu di banyak negara. Buat saya, selain jahat, ini menjelaskan seperti apa arti berkompetisi buat sang calon dan rekan koalisinya. Jika menculik rakyat sipil pernah dilakukan, hal seperti ini tentu juga tidak mengeherankan.

Terakhir, alasan ini sebenarnya adalah alasan personal, subjektif. Saya tahu banyak orang baik yang berjuang untuk kebaikan diluar sana. Salah satunya Anies Baswedan, seperti alasan diatas. Saya melihat banyak orang – orang baik yang membantu calon no 2 ini. Membantu menyebarkan berita baik, membantu mengingatkan sang calon agar tetap di jalan yang baik, dan membantu menghalau kampanye negatif, dengan cara baik tentunya.

Orang baik akan ditemani oleh orang – orang baik, dan orang munafik. Dimana ada sekumpulan orang baik berkumpul, tentunya mereka sedang mengerjakan hal yang baik.

Karena inilah, buat saya ada harapan di calon no 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dengan banyaknya orang – orang baik disekelilingnya. Sambil mewaspadai orang – orang munafik memanfaatkan orang – orang ini ๐Ÿ™‚

Saya memilih orang yang berdiri di sekeliling orang – orang baik. Orang yang menjadikan orang – orang baik sebagai sumber masukan.

Suatu hari nanti, bangsa kita menjadi lebih baik, sepakbola diurus dengan baik, dan kita bisa menyemangati timnas kita di piala dunia, bukan timnas negara lain.

Kalaupun saat itu belum terjadi, kita masih bisa berkata ke negara lain “oke, kita iri dengan timnas lo, tapi lo iri liat kita punya presiden” ๐Ÿ™‚

Salam 2 Jari

Salam 2 Jari

About Frederick

common, ordinary, nothing special...

Posted on July 6, 2014, in Opinion and tagged , , , . Bookmark the permalink. 2 Comments.

  1. keren juga tulisan lo drik.. hahahha

  2. Ah masa sih wa??

    Masa sih lo baru tau? hahaha… ๐Ÿ˜€

Leave a comment

halaman kecil untuk kehidupan yang lebih baik

apapun yang terpikirkan oleh manusia

Anthology 12

You know my name, look up the number... (The Beatles)

Noisy Pilgrims

Incredible Photography from India

Good Humored

by Paprika Furstenburg